Thursday, October 26, 2017

Nalar Takfir dan Kaum Takfiri Baru


Lembaga Fatwa Negara Republik Arab Mesir (Dar al-Ifta’ al-Mashriyyah) menegaskan bahwa nalar takfir adalah cara berpikir lama yang akhir-akhir ini muncul kembali di tengah-tengah kita dengan wajah baru. Kini ia mencuat kembali ke permukaan seiring dengan munculnya gerakan-gerakan jihadi dan takfiri di beberapa wilayah negara Arab, seperti Syiria, Libya, dan Irak, terutama setelah peristiwa Revolusi Musim Semi Arab (Arab Spring/al-Rabi’ al-‘Arabi). Gerakan-gerakan tersebut terus menyebar ke beberapa kawasan di Timur Tengah, apalagi setelah kelompok-kelompok Islam politik memenangkan kontestasi kekuasaan di Mesir dan Tunisia. Situasi ini semakin memberikan ruang yang sangat kondusif bagi tumbuhnya generasi baru kelompok jihadi dan takfiri, khususnya di Mesir.

Hanya saja, gerakan-gerakan jihadi dan takfiri baru ini berbeda dengan para pendahulunya di tahun 80-an hingga 90-an. Gerakan jihadi dan takfiri pada periode 80-an hingga 90-an cenderung terpecah ke beberapa kelompok yang terbatas, para pemimpinnya dikenal secara luas, memiliki keserupaan dalam pemikiran, namun faksi takfirnya tidak sebesar gerakan-gerakan takfiri yang muncul belakangan ini.

Menurut hasil kajian Lembaga Fatwa Negara Mesir yang berjudul “Nalar Takfir: Dasar Pemikiran dan Metodenya”, fenomena kemunculan kembali nalar takfir ini disebabkan oleh semakin menguatnya dominasi pemikiran salafi yang kaku, anti-dialog, alergi pada kemajuan, diskriminatif terhadap perempuan, serta suka memilah-milah masyarakat menjadi masyarakat mukmin dan masyarakat kafir.

Hasil kajian Dar al-Ifta’ juga menjelaskan bahwa pemikiran kelompok al-Qaedah, pada awalnya, menyerukan untuk memerangi “musuh jauh”, yaitu kaum Yahudi dan kaum Salib terlebih dahulu sebelum memerangi “musuh dekat”, yaitu sistem pemerintahan yang berlaku di beberapa negara kawasan Timur Tengah. Namun dalam perkembangannya, kelompok al-Qaeda membalik pemikiran ini, sehingga memerangi “musuh dekat”, yaitu sistem pemerintahan, harus didahulukan daripada memerangi “musuh jauh”. Perkembangan pemikiran terakhir inilah yang dianut oleh generasi kelompok jihadi baru di Mesir.

Tidak hanya itu, muatan nalar takfir dalam pemikiran generasi baru kelompok jihadi ini juga semakin besar, sehingga mereka menganggap negara dan sistem kenegaraan yang berlaku saat ini adalah sistem kafir. Demikian pula seluruh lembaga-lembaga negara dan pemerintahan juga kafir. Polisi dan tentara adalah abdi negara yang juga kafir dan wajib diperangi. Karena pandangan itulah, maka tidak heran jika kemudian sasaran serangan mereka adalah institusi-institusi keamanan dan fasilitas-fasilitas penting negara.

Oleh sebab itu, penting untuk melihat karakteristik nalar takfir generasi baru yang akhir-akhir ini semakin berkembang, khususnya di Mesir dan beberapa kawasan di sekitarnya, berikut dasar pemikiran dan metodenya, hingga akibat-akibat yang ditimbulkannya sebagaimana telah kita saksikan dalam kehidupan kita selama ini.

A. Negara Islam dalam Pandangan Kelompok Takfiri

Kelompok takfiri berpandangan bahwa pemiliham umum itu kafir. Demikian pula sistem demokrasi juga kafir, karena dalam pandangan mereka, demokrasi itu menyaingi syari’at Tuhan, menyetarakan kedudukan muslim dan kafir, menyamakan yang baik dan yang jahat, bahkan memberi mereka hak sama untuk memberikan suara dan mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Dalam pandangan mereka, cara pemilihan pemimpin menurut Islam adalah dengan syura yang dilakukan oleh lembaga ahl al-hall wa al-‘aqd yang terdiri dari para ulama dan pemimpin (umara’). Tidak boleh ada campur tangan orang-orang kafir dan jahat dalam proses pemilihan Islami ini.

Bagi mereka, dalam negara Islam, seluruh persoalan seharusnya ditangani oleh apa yang mereka sebut sebagai “ulama’”, yaitu para tokoh-tokoh agama. Negara hanya butuh tokoh dan ahli agama (ulama’), bukan yang lainnya. Sebab itu, sebagai konsekuensi pandangan ini, ulama sebagai pemangku politik Islam harus diberikan posisi sebagaimana seorang pendeta yang memiliki kuasa penuh untuk mengatur negara dan seluruh masyarakat. Mereka harus diberi kedudukan yang tidak ada tandingannya, dan merekalah yang menentukan seluruh kebijakan, peraturan dan semua hal yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan maupun keduniaan.

Dari sinilah tampak bahwa pemikiran kelompok takfiri itu memungkiri ijtihad dan pembaruan (tajdid). Mereka berpegang kecara ketat dan kaku pada tekstualitas dalil-dalil agama atau pendapat yang dianggap paling benar. Mereka juga menganggap syari’at Islam itu adalah teks-teks yang kaku, yang tidak dapat berinteraksi dan tidak mempertimbangkan faktor waktu, tempat, maksud dan tujuan dalam penerapannya.

Kelompok takfiri ini juga menggunakan alasan syari’at Islam untuk melakukan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Mereka melarang perempuan keluar rumah kecuali dalam keadaan darurat. Sayangnya, belajar dan bekerja bagi mereka bukanlah keadaan darurat yang membolehkan perempuan keluar rumah. Pandangan semacam ini jelas memusuhi perempuan. Melarang perempuan bekerja berarti merampas hak hidup layak mereka, dan melarang mereka belajar sama saja dengan membunuh secara keji masa depan mereka.

Dalam bidang seni-budaya, kelompok takfiri juga menganggap lagu, musik, olah raga dan berbagai cabang kesenian itu haram di negara Islam. Demikian pula sistem keuangan perbankan, saham dan lain-lain haram diberlakukan di negara Islam. Tidak hanya itu, alat-alat modern seperti kamera, mesin percetakan, gambar, dan lukisan itu haram, dan tidak boleh bekerja dalam bidang-bidang yang berhubungan dengan barang-barang haram tersebut, termasuk di televisi dan bioskop.

Mereka juga melarang berdirinya perusahaan dan lembaga-lembaga bisnis yang dikelola berdasarkan hukum-hukum positif, karena hal itu dianggap bertentangan dengan hukum Tuhan. Sebagaimana mereka juga melarang seluruh transaski keuangan modern, apalagi yang mengandung bunga, terlebih jika melibatkan pihak atau negara kafir, karena itu dianggap secara jelas bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.

Mereka juga mendidik putera-puteri mereka melalui sebuah sistem pendidikan yang tidak akomodatif terhadap kemajuan dan hasil capaian-capaian dunia modern, apalagi yang berasal dari dunia Barat. Anak-anak mereka dididik untuk setia dan teguh memegang pola hidup dan pemikiran para pendahulu (salaf al-shalih) sebagaimana yang mereka pahami.

B. Cara Pandang Kelompok Jihadi dan Takfiri

1.Negara dan Masyarakat

Kelompok takfiri memandang masyarakat Muslim masa kini sebagai masyarakat yang dungu (jahilah), karena gaya dan pola hidup mereka bercirikan gaya dan pola hidup kafir, menerima hukum selain hukum TUhan, tunduk pada aturan-aturan buatan manusia dan meninggalkan syari’at Islam, serta meniru gaya kaum yahudi dan Nasrani dalam seluruh sendi kehidupan. Hal ini, menurut kelompok takfiri, disebabkan masyarakat Muslim tidak lagi berpegang teguh pada agama Islam, dan cenderung mengikuti segala hal yang berbau Barat yang kafir.

Untuk mengembalikan masyarakat Muslim ke dalam ajaran-ajaran Islam, menurut kelompok takfiri, adalah mulai dari meninggalkan seluruh sistem dan hukum positif buatan manusia lalu kembali kepada syari’at Islam, al-Qur’an, dan hadis, yang merupakan penuntun dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat Muslim. Dalam rangka inilah kaum takfiri membolehkan pembangkangan terhadap pemerintah Muslim yang menerapkan hukum-hukum positif, karena hukum-hukum itu bertentangan dengan hukum-hukum Tuhan dan harus dihapuskan melalui perjuangan umat Islam.

Kaum takfiri tidak mengakui adanya perbatasan di antara negara-negara Islam. Bagi mereka, seluruh dunia Islam adalah satu negara di bawah bendera khilafah Islamiyyah. Khilafah Islamiyyah dipandang dapat mengembalikan kejayaan umat, membantu kaum Muslim meningkatkan derajat dan menyebarkan agama mereka ke seluruh dunia. Atas dasar pandangan inilah, kelompok takfiri membolehkan melanggar perbatasan atau menginjak teritori negara lain, dan bahkan menjadi kelompok separatis di suatu negara demi membangun negara Islam. Hal ini terjadi misalnya pada kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan yang saat ini menduduki kawasan Sinai di Mesir, juga kelompok Jundullah yang muncul di antara perbatasan kota Rafah dan Gaza di Palestina, di mana mereka berusaha menjadikan kota Rafah sebagai kota Islam sebagai cikal-bakal berdirinya khilafah Islam yang mereka cita-citakan. Dan untuk mewujudkan cita-cita itu, mereka tidak segan-segan memerangi kelompok Hamas yang selama ini memegang kendali pemerintahan di Gaza.

2. Konsekuensi Pengafiran Negara dan Masyarakat:

Nalar takfir memang menentang masyarakat dan negara modern. Maka tak heran jika kelompok takfiri menganggap konsep negara bangsa berdasarkan wilayah tertentu itu merupakan konspirasi untuk memusuhi Islam dan kaum Muslim serta membendung terbentuknya khilafah Islamiyyah. Karena itulah, mereka selalu berusaha meruntuhkan institusi-institusi negara dan menciptakan kekacauan dengan berbagai cara, mulai dari mengafirkan seorang presiden hingga memfatwakan pembangkangan atas presiden yang menerima sistem demokrasi dan tidak memberlakukan syari’at Islam.

Kelompok takfiri juga melarang masyarakat menjadi pegawai di semua insitusi negara karena semua institusi itu dianggap institusi jahiliyyah yang tidak hanya bertentangan dengan syari’at Islam, tapi juga harus dibubarkan dan diganti dengan institusi-institusi lain yang sesuai dengan syari’at Islam. Untuk itu mereka mengeluarkan banyak fatwa dan pernyataan yang mengharamkan bekerja di institusi-institusi negara dan pemerintahan, bahkan mengajak untuk membubarkan seluruh institusi resmi negara, meskipun harus dengan cara menggunakan kekerasan demi melenyapkan kemungkaran dan menegakkan negara yang dalam pandangan mereka selaras dengan syari’at Islam.

Sebagai konsekuensi lebih lanjut dari negara yang dianggap kafir, mereka juga membolehkan tidak membayar semua kewajiban warga negara yang dibebankan negara, karena menurut mereka, Islam melarang berurusan dengan sebuah negara kafir. Islam juga melarang patuh pada semua aturan, hukum positif, dan pengadilan kaum kafir, termasuk berpartisipasi dalam pemilihan umum dan segala bentuk partisipasi politik lainnya yang lazim berlaku di sebuah negara demokratis.

Mereka juga memfatwakan wajib menyerang para petugas keamanan, karena mereka penjaga kelompok orang yang menghambat tegaknya syari’at Islam. Bahkan mereka membolehkan membunuh rakyat sipil, termasuk wanita dan anak-anak dengan dalih dalam rangka melemahkan cengekeraman musuh yang kafir. Sebab itu, banyak terjadi kaum takfiri membunuh atau berusaha melenyapkan tokoh-tokoh penting, para pejabat negara, kaum intelektual dan wartawan. Mereka juga berusaha menghancurkan ekonomi dengan cara menyerang para wisatawan, menghancurkan kantor-kantor wisata, bank, terusan Suez, kilang-kilang minyak, dan sebagainya. Bahkan mereka tak segan menyerang para penganut Koptik sehingga menyebabkan krisis berkepanjangan, baik dalam bidang keamanan, politik, maupun sosial.

3. Masyarakat dan Organisasi Internasional

Kelompok takfiri memandang dunia ini sebagai ajang pertempuran yang tak terelakkan antara berbagai pemeluk agama dan kebudayaan. Mereka memandang Barat selalu melakukan konspirasi untuk menghancurkan Islam dan membuat umat Islam meniru gaya hidup Barat, sehingga umat Islam meninggalkan agamanya, dan tidak lagi memedulikan ajaran, nilai, dan tujuan yang ditunjukkan Islam.

Mereka membagi manusia di muka bumi ini hanya ke dalam dua kelompok berdasarkan keyakinannya: kelompok Muslim, dan kelompok kafir yang selalu terlibat dalam upaya menghancurkan Islam dan kaum Muslim. Kelompok kafir ini terdiri dari kaum Yahudi dan kaum Salib kafir yang bekerja sama dengan negara-negara murtad dari Islam serta selalu menghalangi penegakan syari’at Islam. Sebab itulah, kelompok takfiri selalu menyerukan jihad dengan senjata dan perang terbuka untuk melawan negara-negara yang menurut mereka kafir. Mereka juga menyerang negara-negara Arab dan Islam yang membuka hubungan diplomatik dengan negara-negara kafir itu, mengizinkan kapal-kapal negara kafir melintasi perairan negara Islam, mengizinkan wisatawan dari negara kafir masuk untuk memata-matai , menyebarkan kemaksiatan dan melakukan kristenisasi di negara Islam melalui topeng wisata.

Tindakan-tindakan tersebut disandarkan oleh kelompok takfiri kepada pendapat beberapa ulama salaf yang memberikan segregasi dalam hal interaksi, hak, dan kewajiban antara kelompok dar al-Islam dan kelompok dar al-harb, menolak persamaan hak hukum, karena kelompok dar al-Islam memberlakukan syari’at Islam, sementara kelompok dar al-harb memberlakukan hukum-hukum kafir.

Bagi kelompok takfiri, memerangi kelompok kafir bukan pilihan taktis, melainkan target dan tujuan strategis, karena sejak awal hingga saat ini, Islam tetap mewajibkan hal itu dalam rangka mengislamkan dunia dan membebaskan negara-negara Islam dari perjanjian-perjanjian internasional yang tidak sesuai dengan syari’at Islam.

Kelompok takfiri juga mengharamkan bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), karena organisasi ini menggunakan sistem kapitalis-sekuler. Negara-negara yang bergabung ke dalam PBB berarti tunduk pada sistem itu, serta menerima semua perjanjian dan hukum-hukum internasionalnya, dan itu berarti juga tunduk pada sistem sekuler-kafir yang dianutnya. Karenanya, menurut kelompok takfiri, bergabung ke dalam PBB itu hukumnya haram.

Hubungan dengan negara-negara Barat, dalam pandangan kelompok takfiri, adalah hubungan perseteruan dan perlawanan kaum Muslim untuk membela agama dan menyebarkannya. Mereka menganggap, mungkin saja di pihak negara-negara Barat ada ilmuwan-ilmuan Muslim yang menggadaikan akidah dan agama mereka untuk mengabdi pada kepentingan Barat. Para ilmuwan itu, bagi kaum takfiri, adalah para pengkhianat agama dan umat yang harus diperangi dan dilenyapkan. Atas dasar pandangan inilah kaum takfiri menyerang beberapa negara Islam karena menganggap negara-negara itu merupakan kepanjangan tangan dari negara-negara Barat, dan pada saat yang sama mereka juga menyerang aset-aset penting negara Barat.

Jadi tujuan utama kelompok takfiri dengan nalar takfirnya yang ekstrim tersebut adalah mengislamkan kembali dunia dan membangun negara teokrasi di setiap negara yang berhasil dibebaskan dari sistem kafir. Hal itu dimulai dari membebaskan umat Islam dari apa yang mereka sebut sebagai “jahiliyyah baru”, dan membangun masyarakat Islam baru yang ideal. Masyarakat Islam yang ideal, dalam pandangan kelompok takfiri, adalah sebagaimana yang pernah dibangun oleh kelompok Taliban. Bagi mereka, Taliban telah mewujudkan keadilan, menegakkan syari’at Islam, serta membangkitkan kembali jihad melawan kaum kafir dan para sekutunya.

4. Konsekuensi Pengafiran Barat dan Dunia Luar

Bagi kelompok takfiri, karena Barat itu kafir dan memusuhi Islam, maka sudah selayaknya diperangi dan seluruh kepentingannya di dunia ini hancurkan. Tidak hanya itu, kelompok takfiri juga membolehkan bahkan mewajibkan membunuh para wisatawan asing demi membela Islam, karena bagi mereka, para wisatawan asing yang mengunjungi negara-negara Islam itu sebenarnya tujuannya hanya salah satu di antara tiga: melakukan kristenisasi, atau menyebar kemaksiatan, atau memata-matai umat Islam untuk kepentingan Yahudi dan Nasrani.

Begitu juga perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di negara-negara Islam tak ada bedanya dengan pangkalan-pangkalan militer Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris yang juga banyak terdapat di negara-negara Islam. Semua perusahaan dan pangkalan militer itu dianggap kelompok takfiri sebagai langkah awal invasi Yahudi dan Nasrani ke dunia Islam. Karenanya, mereka harus segera diusir dari wilayah negara-negara Islam.

Tak terkecuali kantor-kantor perwakilan negara Barat, terutama Amerika Serikat dan negara-negara kafir lainnya. Bagi kelompok takfiri, kantor-kantor perwakilan itu adalah sarang para musuh Allah dan Rasul-Nya. Sebab itu, sangat memalukan bila terdapat polisi atau tentara Muslim yang ikut menjaga sarang-sarang Negara-negara kafir musuh Islam itu. Seorang polisi atau tentara Muslim, menurut kelompok takfiri, wajib menjauhi dan menolak perintah siapapun untuk menjaga kantor perwakilan yang menjadi sarang kaum kafir tersebut.

MENGHADANG EKTSRIMISME DAN TERORISME ; Prakata Grand Syaikh



SAMBUTAN GRAND SYAIKH AL-AZHAR PROF. DR. AHMED AT-THAYYIB
Dalam Pembukaan Konferensi Al-Azhar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Selamat datang tamu-tamu kami yang terhormat, yang telah sudi memenuhi undangan kami. Saudara-saudara sekalian datang dari berbagai negara, baik dari belahan dunia Timur maupun dunia Barat. Kami ucapkan selamat datang di Mesir, negara kedua Saudara-saudara sekalian, negara yang kami duga memiliki tempat yang khusus dan istimewa di hati Saudara-saudara sekalian.

Sekali lagi, kami ucapkan selamat datang di Al-Azhar as-Syarif. Al-Azhar tentu sangat berbahagia dengan kehadiran Saudara-saudara sekalian, sekaligus berharap mendapat masukan-masukan berharga dari saudara-saudara sekalian, terutama di masa-masa genting umat seperti sekarang ini.

Kami informasikan bahwa Konferensi ini diikuti oleh para tokoh-tokoh penting, khususnya dari dunia Islam, selain juga tokoh-tokoh dari bagian dunia lainnya. Konferensi ini juga dihadiri oleh para tokoh Muslim dari kalangan Sunni dan Syi’ah, serta pemuka kelompok-kelompok Kristen, dan beberapa kelompok agama lainnya yang tumbuh dan berkembang di belahan dunia yang kita diami sekarang ini.

Konferensi ini diselenggarakan di saat beberapa negara Islam menghadapi situasi yang sangat genting, yaitu saat-saat beberapa negara di sekitar kita mendapat serangan dari dalam maupun dari luar. Jika Saudara-saudara melihat ke negara-negara Timur Tengah saat ini, mungkin Saudara akan tertegun menyaksikan kondisi yang memprihatinkan di negara-negara tersebut. Mungkin Saudara-saudara akan segera berpikir keras untuk mencari tahu apa kira-kira yang menyebabkan timbulnya kondisi tersebut, sebuah kondisi yang menampilkan kekacauan dan pengrusakan yang mengakibatkan hancurnya rumah-rumah dan hilangnya nyawa, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terbelahnya umat, sirnanya peradaban dan lenyapnya sejarah.

Saya dan orang-orang yang mengunjungi saya tak henti-hentinya bertnaya setiap saat tentang apa sebenarnya yang menyebabkan krisis di dunia arab ini. Apa yang mendorong munculnya fitnah yang penuh dengan aroma darah, kematian, peledakan, pemancungan kepala manusia, pengusiran banyak orang, penghancuran hasil pembangunan negeri dengan cara keji yang belum pernah terjadi dalam sepanjang sejarah. Bahkan mungkin di masa depan tidak akan pernah ada tindakan seperti yang dilakukan sekarang ini oleh sekelompok orang yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah kita dan melakukan pengrusakan terhadap kebudayaan dan peradaban kita. Apa yang dilakukan oleh sekelompok orang ini betul-betul telah melewati batas-batas kewajaran yang diajarkan baik oleh agama-agama, moral maupun tradisi kemanusiaan. Padahal batas-batas itulah yang membedakan mana perbuatan penjahat yang keji dan manusia yang mampu berpikir jernih.

Yang lebih memprihatinkan lagi, Saudara-saudara sekalian, tindakan keji dan kejahatan yang mereka lakukan itu dilakukan atas nama agama kita yang penuh kasih sayang ini. Bahkan mereka menyebut kejahatan yang mereka lakukan sebagai upaya menegakkan negara Islam (ad-daulah al-Islamiyah), atau khilafah Islam (al-khilafah al-Islamiyah). Padahal sebenarnya yang terjadi justru mereka sedang berusaha mendeklarasikan wajah Islam yang buruk, yang seakan-akan datang untuk mengusir, menyembelih dan memancung kepala siapapun yang berbeda keyakinan dengan mereka. Mereka tidak sadar, bahwa tindakan mereka yang menampilkan Islam dengan wajah yang buruk itu justru yang memang diharapkan dan ditunggu oleh para musuh Islam. Bahkan hal itu seakan-akan memenuhi apa yang memang mereka upayakan selama ini, yaitu menciptakan citra buruk Islam melalui pemahaman yang salah dan kebohongan-kebohongan tentang Islam. Mungkin juga mereka sedang menertawakan kita saat ini, dan mengolok-olok kita melalui saluran media mereka serta mengumumkan pada dunia agar waspada terhadap agama yang, menurut mereka, haus darah ini.

Para ilmuwan yang telah meneliti pertumbuhan kelompok-kelompok milisi bersenjata dan perkembangannnya yang pesat di dunia Arab menyatakan, di antara sebab-sebab berkembanganya kelompok-kelompok tersebut adalah faktor agama, ekonomi, budaya, politik dan juga faktor-faktor lain yang mungkin akan terungkap melalui makalah-makalah yang Saudara-saudara akan presentasikan nanti.

Saya hanya ingin menyebutkan sebuah sebab lain yang patut kita renungkan, yaitu bahwa semua ini terjadi akibat adanya konspirasi dari negara-negara yang memusuhi negara-negara Arab kawasan Timur demi mengamankan posisi dan kepentingan negara Israel, sehingga Israel tetap bisa menjadi negara terkuat dan terkaya di kawasan Timur Tengah.

Kita tidak bisa mengabaikan faktor ini, mengingat apa yang telah terjadi di negara Irak. Irak diserang pada tahun 2003 dengan alasan yang dibuat-buat, sebagaimana diungkap oleh media-media internasional dan dakui oleh negara-negara internasional. Tindakan pertama yang dilakukan oleh para agresor Irak sebagai bagian dari upaya konspirasi itu adalah dengan memecah-belah para jenderal dan melemahkan tentara Irak yang saat itu merupakan salah satu angkatan bersenjata terkuat di dunia Arab. Setelah itu, mereka membiarkan senjata dirampas dan digunakan oleh kelompok-kelompok milisi yang—diketahui dengan baik oleh mereka—berafiliasi pada mazhab, keyakinan, dan otoritas yang berbeda-beda. Dan bisa kita lihat sekarang, apa yang terjadi di Irak setelah sebelas tahun peristiwa agresi oleh penyerang itu? Sampai sekarang Irak masuk dalam peperangan yang tiada henti. Ia terus berenang dalam lautan darah yang tidak diketahui kapan akan berakhir, dan ia terus berada dalam kondisi seperti itu hingga detik ini.

Hal yang sama juga terhadi pada Syiria, Yaman, dan Libya. Konspirasi musuh menciptakan konflik yang sama di negara-negara tersebut: konflik aliran (mazhab), konflik etnis, dan konflik sektarian disertai dentuman senjata dan kilatan api yang telah merenggut ribuan nyawa generasi muda umat ini. Hanya Allah Swt yang tahu kapan negara-negara itu akan behenti berperang, dan kapan mereka akan mampu membuat keputusan sendiri secara bebas tanpa tekanan dan intervensi negara-negara lain, baik di level regional maupun internasional.

Yang jelas, para perancang dan pelaksana konspirasi ini telah menangguk keuntungan sangat besar dari konflik bersenjata yang terjadi di antara sesama orang-orang Arab dan sesama kaum Muslim. Bagaimana tidak? Konflik-konflik yang terjadi semakin membuat negara-negara tersebut lemah tak berdaya, serta tak setapak pun dapat melangkah pada peningkatan kekuatan, pembangunan dan kemajuan. Selain itu, konflik dan perang yang terjadi di negara-negara itu juga merupakan perang agen dan tindakan “lempar batu sembunyi tangan”, di mana sang penyulut peperangan tidak rugi secuil pun dan tidak kehilangan apapun, baik nyawa maupun harta.

Selain itu, konflik dan perang antar negara Arab ini juga membuka pasar yang besar bagi produsen dan penjual senjata, juga para makelar nyawa dan kekacauan. Hal ini bisa kita lihat pada contoh konflik Syiria, yang selama beberapa tahun terakhir telah menjadi ajang terbuka unjuk kekuatan senjata, baik yang berasal dari Barat maupun dari Timur. Betapa kami berharap—karena hanya harapan yang kami miliki—, para produsen dan penjual senjata itu mencari gurun pasir yang luas dan kosong untuk mencoba kekuatan senjata mereka, dan bukan mengarahkan senjata-senjata itu ke dada dan rumah orang-orang Arab.

*********

Sebenarnya, pendekatan teori konspirasi ini bukan segala-galanya untuk melihat masalah yang sedang kita bicarakan ini. Masih ada sebab lain yang lebih penting, yang merupakan warisan dari lembaran-lembaran sejarah Arab dan Islam, dan hampir menjadi ciri khas interaksi kita sesama muslim, yaitu perpecahan, pertentangan, dan perselisihan. Inilah kekurangan kita. Saya tidak ingin menyinggung hal ini lebih banyak, karena sebenarnya Allah Swt. telah memperingatkan kita tentang hal ini dalam firman-Nya:

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar, dan hilang kekuatanmu. Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)

Memang benar, Allah Swt. telah memberikan bangsa Arab karakteristik yang istimewa dibanding dengan bangsa-bangsa lain, yaitu kesatuan dan kesamaan dalam bahasa, suku, etnis, agama, sejarah, dan secara geografis. Kita bangsa Arab juga diikat dalam organisasi Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang telah berdiri lebih dari setengah abad. Namun demikian, kita masih butuh sebuah organisasi persatuan yang menyerupai Uni Eropa. Hal itu sangat mungkin dan bukan sesuatu yang mustahil. Kita hanya butuh niat yang tulus, pandangan jauh ke depan, dan menghindari perselisihan yang tidak perlu. Bangsa Arab layak dan mampu untuk mendirikan persatuan semacam itu. Terkait hal ini, Al-Azhar as-Syarif memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Raja Arab Saudi atas usahanya yang sangat serius untuk menyatukan bangsa Arab dalam rangka menghadapi tantangan yang menghadang di hadapan umat.

*** *** ***

Di samping itu, kita juga seharusnya tidak menutup mata terhadap pemikiran-pemikiran keras dan ekstrim yang mulai menerobos masuk ke dalam pikiran generasi muda kita. Pemikiran-pemikiran semacam itu teah menjerumuskan mereka pada pola pikir takfiri. Mereka mulai mengadopsi pikiran-pikiran ekstrim dan keras seperti gerakan al-Qaeda dan milisi-milisi bersenjata sejenis yang memang berusaha siang malam untuk mengacaukan negara dan menciptakan instabilitas.

Belakangan ini juga muncul gerakan ISIS yang ingin mendirikan khilafah Islam. Sebelumnya telah muncul dan setelahnya akan muncul kelompok-kelompok keras lainnya yang memiliki kekuatan promosi ideologi yang luar biasa, namun sayangnya, menyuguhkan efek yang paling buruk bagi Islam dan kaum muslim di hadapan dunia.

ISIS bukanlah satu-satunya milisi bersenjata yang ada saat ini. Selain ISIS, masih banyak gerakan-gerakan berciri sektarian lainnya di Irak, Syiria, dan Yaman, yang tak segan-segan membunuh, dan mengusir paksa orang-orang yang berbeda aliran atau keyakinan. Ada juga kelompok sektarian yang berusaha membuat suatu negara tunduk pada negara lain dengan dalih demokrasi dan hak asasi manusia, misalnya seperti yang terjadi di Bahrain. Di sana ada beberapa ulama dan mufti yang bukan hanya membolehkan hal itu, tapi bahkan mendorong banyak orang untuk melakukannya. Dan masih banyak lagi tragedi-tragedi kemanusiaan lainnya yang rasanya tidak mungkin disampaikan di sini, demi menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam yang telah menjadi komitmen al-Azhar sejak berdirinya lebih dari seribu tahun yang lalu.

Hal yang menyatukan kelompok-kelompok keras dan ekstrim itu adalah kesamaan metode mereka, yaitu mengafirkan seseorang karena melakukan dosa, dan setelah itu kemudian menghalalkan darahnya. Hal ini mengingatkan kita pada beberapa sekte lama yang tersebut dalam sejarah, yang juga melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang sebelumnya telah mereka kafirkan, dengan berlandaskan pemahaman yang keliru terhadap teks-teks al-Qur’an dan as-Sunnah. Kelompok ekstrim baru yang muncul dewasa ini juga bertolak dari postulasi pemikiran yang sama, yaitu dengan mengeksploitasi makna kafir yang telah diselewengkan dari maknanya yang benar. Padahal Nabi Saw. dalam hadis Jibril telah menggariskan bahwa tidak boleh mengafirkan seorang Muslim karena melakukan dosa, bahkan meski itu dosa besar, selama dia tidak menghalalkan melakukan dosa besar itu. Kekafiran itu ialah apabila hati seseorang mengingkari dan menentang kepercayaan kepada Allah, para malaikat-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik buruk-Nya. Jadi siapapun yang tetap beriman dan memercayai semua hal tersebut, maka dia tetap mukmin dan tidak boleh dikafirkan.

Konsep Jihad juga diselewengkan maknanya oleh kelompok-kelompok milisi bersenjata yang keras dan ekstrim itu. Mereka membunuh siapapun yang mereka inginkan dengan dalih jihad, dan menganggap jika salah satu dari mereka terbunuh, maka dia mati syahid dan langung masuk surga. Ini adalah kesalahan mereka paling fatal dalam memahami syariat Islam, karena: pertama, Jihad dalam Islam hanya diobolehkan dalam rangka membela diri, agama, dan negara. Guru-guru kami di Al-Azhar telah mengajarkan kepada kami bahwa “perang itu dapat dilakukan karena adanya serangan dan permusuhan, bukan karena kekafiran”. Kedua, keputusan jihad dan pelaksanaannya hanya boleh dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh perorangan atau kelompok dengan alasan apapun. Sebab kalau keputusan itu dilakukan perorangan atau kelompok, maka akibatnya masyarakat akan terjerumus pada kekacauan berupa pembunuhan, pelecehan, dan perampokan yang merajalela, sebagaimana kita saksikan belakangan ini. Hal itu terkadi akibat pemahaman yang keliru terhadap beberapa ketentuan hukum dan konsep dalam syari’at Islam.

Jadi tindakan kekerasan terhadap seseorang, apapun agama dan keyakinannya, adalah tindakan yang dilarang oleh Islam. Mengapa demikian? Karena Islam, sejak awal membuka diri terhadap penganut agama lain, bahkan membolehkan menikah dan hidup bersama dalam satu atap dengan penganut agama lain. Ini adalah bentuk pengakuan Islam tentang kebolehan hidup bersama dan berkeluarga dengan penganut agama lain. Inilah sejatinya konsep kewarganegaraan yang paripurna, yaitu semua dapat hidup bersama dalam satu atap negeri. Dan dengan demikian, tindakan kekerasan, pengusiran paksa, dan diskriminasi adalah tindakan yang menyalahi pemahaman agama yang benar dan kesepakatan umat Islam.

Sedangkan tentang konsep negara khilafah atau imamah (kepemimpinan) umat Islam, para pakar ushuluddin telah menegaskan bahwa soal kepemimpinan itu bagian dari soal-soal cabang (furu’) dalam Islam, bukan bagian dari soal pondasi agama (ushuluddin). Karenanya, terkait hal itu dimungkinkan munculnya ragam pendapat. Mahasiswa semester satu di Fakultas Ushuluudin Universitas Al-Azhar yang memperlajari buku Syarh al-Mawaqif, sebuah buku diktat mata kuliah akidah dan rujukan penting dalam mazhab Asy’ari, pasti tahu bahwa penulis buku itu mengatakan: “Menurut kami, persoalan kepemimpinan (imamah) itu bukan bagian dari pondasi ajaran agama dan akidah, tetapi bagian dari cabang-cabang ajaran agama”.

Begitu juga dalam buku Syarh al-Maqashid, sebuah buku rujukan dalam ilmu akidah. Penulisnya, as-Sa’d at-Taftazani, seorang ulama Ahlussunnah wal-Jama’ah menyatakan: “Tidak dapat dibantah lagi bahwa persoalan kepemimpinan (imamah) lebih layak masuk dalam bagian cabang-cabang ajaran agama”. Pernyataan semacam ini tertulis di semua buku-buku akidah Ahlussunnah wal-Jama’ah. Jadi, tidak masuk akal jika persoalan yang menurut Ahlussunnah wal-Jama’ah bukan bagian dari pokok agama itu kemudian dijadikan tolak ukur penentuan kafir dan mukmin, bahkan lebih jauh lagi dijadikan alasan untuk menumpahkan darah, memusnahkan peradaban, dan mencoreng kesucian agama ini!!

Akan sangat panjang kalau saya uraikan semua konsep-konsep keagamaan yang dipahami keliru, dipelintir dari konteks aslinya, dan dijadikan alasan penumpahan darah oleh kelompok-kelompok ekstrim bersenjata itu. Saya mempersilahkan para peserta Konferensi untuk meluruskan kekeliruan-kekeliruan tersebut dan menjelaskan kebenarannya berdasarkan argumen tekstual dan rasional. Hasilnya nanti dapat dituangkan dalam pengumuman laporan akhir Konferensi untuk disampaikan kepada seluruh dunia, dalam rangka menyampaikan kebenaran, dan menunaikan tanggungjawab kita.

Sudara-saudara sekalian yang terhormat,

Yang kita butuhkan sekarang ini adalah mengarahkan dan membimbing generasi muda kita agar mampu menciptakan kemajuan dalam ilmu pengethuan, teknik, dan peradaban. Karena dengan hal-hal itulah kita dapat menyusul dan bersama negara-negara maju memimpin dunia serta ikut mengarahkan dan menentukan nasib kemanusiaan. Dalam melaksanakan hal-hal tersebut, kita sangat membutuhkan tuntunan agama, akhlak, wahyu, dan petunjuk dari langit, sehingga kita mampu meringankan beban dan penderitaan masyarakat yang diakibatkan kebijakan-kebijakan politik internasional. Selama ini, kebijakan-kebijakan politik dunia internasional tampak absen dari spirit nilai-nilai kenabian yang sesungguhnya diutus untuk memberikan petunjuk dan kebahagiaan dunia-akhirat bagi manusia.

Saudara-saudara sekalian,

Al-Azhar as-Syarif telah dan akan terus mengerahkan daya upayanya untuk menciptakan diskursus keagamaan yang mencerahkan dengan berdasarkan pada petunjuk al-Qur’an, as-Sunnah, dan hasil ijtihad para ulama yang telah disepakati kebenarannya oleh umat Islam.

Karena itu, kami meminta kaum Muslim di seluruh dunia agar memberikan kepercayaan kepada al-Azhar, karena ia adalah lembaga yang tepercaya untuk menjelaskan ajaran-ajaran agama, baik akidah maupun syari’ah, murni sebagaimana dikehendaki Allah Swt. dan disampaikan Rasulullah Saw., serta bersih dari penyimpangan kaum ekstrim, penipuan kaum jahat, ataupun penafsiran kaum dungu.

Terakhir, meski saat ini kita sedang berusaha untuk menghadang kekerasan dan ekstrimisme yang menyita tenaga dan pikiran kita siang malam, namun hendaknya kita tidak melupakan persoalan umat yang tak kalah penting, yaitu persoalan masjid al-Aqsha, kiblat pertama dan tempat suci ketiga umat Islam. Demikian juga persoalan Palestina yang membutuhkan penyelesaian tuntas dan adil, karena perdamian dunia tak akan terwujud tanpa kemerdekaan Palestina. Al-Azhar juga tengah menyiapkan konferensi berikutnya dalam waktu dekat yang dikhususkan untuk membahas persoalan al-Aqsha dan Palestina.

Semoga Allah membantu kita semua dalam mewujudkan kebaikan bagi seluruh manusia.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Siapakah Azhari Sejati?


Wahai para nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan. Dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.” (Q.S. Al-Ahzab: 45-46)
Al-Azhar merupakan cahaya penerang dan kiblat keilmuan bagi orang-orang yang ridha akan Allah sebagai Tuhannya, Islam agamanya, dan Baginda Muhmmad Saw. Sebagai nabi dan rasulnya. Imam Al-Kausari rahimahullah berkata, “Al-Azhar merupakan penjaga akidah dan syariat. Tidaklah seorang penjaga itu membiarkan barang yang dijaganya dicuri dan dirampas oleh mereka yang berlaku sewenang-wenang.”
Sungguh sangat benar dan tepat sekali yang dikatakan Dr. Ali Jum’ah ketika seorang pelajar bertanya kepada beliau, “Kapan seseorang itu disebut Azhari? Beliau menjawab bahwa seseorang dikatakan bermanhaj Azhari ketika dia memiliki tiga kriteria. Pertama, berakidah Asy’ari. Kedua, bermazhab dalam mempelajari fiqh dan ushulnya, baik bermazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki atau Hanbali yang mana keempatnya merupakan mazhab ahlussunnah yang mu’tabar. 4 mazhab ini sampai kepada kita dengan sanad yang benar dan bersambung.
Diantara karunia terbesar yang Allah berikan kepada umat ini adalah adanya sanad. Baik sanad Al-Quran, Hadis dan kitab-kitab karangan ulama Islam. Segala puji bagi Allah yang telah memelihara umat dengan keistimewaan ini. Kemudian yang ketiga adalah hendaknya seorang Azhari itu bersikap ihsan, beretika dan berakhlak mulia.
Dr. Ali Jum’ah dan ulama-ulama lainnya merupakan tokoh penggerak tersebarnya akidah Asy’ariyah di seluruh dunia. Begitu juga berpegang pada mazhab yang empat dalam menjalankan agama Allah, serta menjaga akhlak dan prilaku yang menjadi tolok ukur setiap muslim. Bukanlah sosok pribadi yang Islami jika ada yang mengatakan bahwa saya ini lulusan Al-Azhar, sedangkan kelakuannya sangat jauh dari manhaj Al-Azhar. Bahkan apa yang ia katakan hanya omong kosong dan mengikuti hawa nafsu belaka.
Dan siapakah yang paling sesat dari orang yang mengikuti keinginananya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun?” (Q.S. Al-Qashash: 50)
Al-Azhar sekarang mengemban amanah dengan segala upaya yang dimilikinya. Mengajak manusia untuk menggali ilmu darinya. Mereka mendapati Al-Azhar menerima dan menyediakan berbagai sarana yang menunjang keilmuan mereka. Maka sangat pantas jika kita gambarkan Al-Azhar seperti apa yang dikatakan Al-Khansa’ kepada saudaranya Sakhr:
Aku terpana dengan segala yang dimilikinya
Bagaikan panji dengan kobaran api di kepalanya

Oleh karena itu, bagi orang-orang yang ingin menisbahkan dirinya kepada Al-Azhar harus terlebih dahulu memenuhi kriteria diatas. Agar mereka tidak mempermalukan diri sendiri.
Grand Syekh Al-Azhar Dr. Ahmad Thayyib dengan gamblang mengatakan, “Al-Azhar dibangun berdasarkan mazhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari. Bukan berarti fanatik terhadap satu mazhab atau pada salah satu Imam. Mazhab Asy’ari bukanlah perkara yang dibuat-buat seenaknya, bukan juga perkara baru dalam agama. Tetapi sebaliknya, mazhab ini membenarkan dan merupakan cerminan atas apa yang diajarkan nabi Saw, sahabat dan para tabi’in terdahulu.”
Grand Syekh menambahkan bahwa mazhab Asy’ari dibangun atas pondasi untuk tidak memberatkan perkara agama baik dari akidah, syariah maupun akhlak kepada setiap insan. Hal ini yang sering luput dari orang-orang yang menulis tentang Imam Abu Hasan Al-Asy’ari di masa sekarang.
Perlu diketahui bahwa Imam Asy’ari tidak membuat mazhab baru seperti aliran Mu’tazilah dan sekte lainnya yang jelas-jelas berbenturan dengan Al-Quran dan Sunnah. Al-Asy’ari justru memformulasikan Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman akal dan menjelaskan bahwa nash-nash Al-Quran terlepas dari segala cacat dan cela.
Islam mengajarkan kita untuk selalu berkata benar. Juga mengajarkan kita untuk tidak melayani dan mengasihani kaum yang iri lagi dengki. Sebuah syair mengatakan:
Kebenaran selalu bersinar lurus
Kebenaran hanya diketahui olehmereka yang berakal

Akhirnya, hanya kebenaranlah yang berhak untuk diikuti. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya semua sempurnalah segala kebaikan.

Sanad dan Madrasah Keilmuan Ahlul Bait, dalam Pandangan Ahlusunnah Waljamaah


Oleh : Fauzan Asim

Sanad keilmuan Ahlul Bait hampir semuanya dari jalur Imam Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, diantaranya; Pertama, madrasah tarbiyah Imam karamallahu wajhahu dari jalur muridnya, Sidi Hasan Albashri kepada Sidi Habib Al-ajamy diwariskan kepada Dawud At-thai Qadasallahu Sirrahu diwariskan pada Imam Sarry Assqty qs diwariskan kepada Imam Junaid Al-Baghdadi dan silsilah keilmuan ini terus diwariskan dari masa kemasa, sampai menjadi beberapa madrasah besar dengan sanad bersambung dan yang paling terkenal yang melalui jalur ini adalah Sidi Abdul Qadir Jailany mempunyai madrasah tarbiyah yang dinamakan tariqah qadiriyah, Sidi Ahmad Rifai madrasah tarbiyahnya dinamakan tariqah rifaiyah, dan Sultanul Arifin Syaikhul Akbar Muhyidin Ibnu Araby madrasah tarbiyahnya dinamakan tariqah akbariyah, madrasah ini kebanyakan tersebar di Iraq, Mesir, Syam dan Asia Tenggara.

Kedua, dari sanad keluarga yang terbagi kepada dua kelompok besar; Kelompok pertama, dari jalur Sayidina Hasan bin Ali alaihimassalam diwariskan kepada Sayiduna Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhu diwariskan pada Sidi Said Alghazwany rahmatullah alaihi diwariskan kepada Abu Muhammad Fath Assuud qadasallahu sirrahu, dan terus diwariskan dari masa kemasa sehingga lahir beberapa madrasah besar dalam tarbiyah ruhaniyah diantara yang paling terkenal adalah qutubuzaman Abi Hasan Asy-syazili madrasah yang beliau dirikan kemudian dikenal sebagai tariqah syaziliyah, diantara tokoh besar dari tariqat ini Sidi Abul Abbas, Sidi Ibnu Athailah Al-askandary, Sidy Muhammad Al-hasyimy (beberapa riwayat Alhasyimi) Ad-dimasyqi, kebanyakan tersebar di Maghrib Araby dan Syam.
Kelompok kedua, dari jalur Sayiduna Husein Radiyallahu ‘anhu diwariskan kepada putra satu-satunya yang selamat dari pembantaian karbala Imam Assujjad Ali Zainal Abidin alahisalamdiwariskan pada anaknya, ada dua anaknya mencapai rutbah imamah dalam keilmuan (disini letak perbedaan sunni dan sebagian syiah, sebagian mazhab syiah menganggap imam berarti maksum sehingga qaulnya jadi hujjah selevel sunnah sedangkan pada mazhab sunni imamah berarti alim mencapai level ijtihad, qaul imam adalah ijthad, sunni mengakui keimaman mereka tapi tidak mengakui kemaksuman imam) dan akhirnya terbagi pada dua mazhab besar;

Pertama Zaid bin Ali alaihisalam, kemudian dikenal dengan madrasah zaidiyah atau lebih dikenal syiah zaidiyah salah satu ciri khasnya adalah uslub muhajajah dengan kezaliman mereka tidak pernah diam karena mengikuti manhaj Imam Zaid dalam menghadapi kazaliman dinasti Umawiyin saat itu. Karena kejelasan sanad keilmuan ini makanya mazhab ini dianggap satu dari 8 mazhab yang diakui dalam piagam Amman (persatuan sunni dan syiah).

Yang kedua, melalui Imam Muhammad Baqir dengan madrasahnya dikenal dengan mazhab baqiriyah, beliau mewariskan mazhabnya kepada Imam Jakfar As-sadiq. Imam Jakfar mempunyai 3 orang anak yang mencapai level imam, diantaranya; Imam Ismail bin Jakfar, kepadanya lah syiah ismailiyah dinisbahkan, dulu sempat menjadi mayoritas syiah dengan dinasti fathimiyahnya, sekarang sedikit sekali yang tersisa di Saudi Arabia, Pakistan, dll, tak banyak yang alim dari mereka, sehingga mazhab fiqh mereka tidak dianggap dalam piagam amman.

Selanjutnya adalah Imam Musa Alkazim, dari jalur inilah lahirnya mazhab jakfariyah yang dinisbahkan kepada ayah dari Imam Musa Al-kazim yaitu Imam Jakfar Ash-shadiq, mereka dikenal dengan mazhab syiah imamiyah atau isna asyarah dengan konsep 12 imam maksum, yang merupakan keturanan dari Imam Musa Alkazim, sampai kepada imam ke 12 yaitu Muhammad Almahdi bin Hasan Al-askary, setelah itu dalam keyakinan imamiyah memasuki masa ghaibubah sughra dengan menghilangnya Imam Mahdi untuk menghindari kezaliman raja (khalifah) saat itu. Akan tetapi mazhabnya tidak hilang, menurut mazhab imamiyah, ilmu Imam Mahdi diwariskan kepada 4 sufara (utusan) yang utama tapi bukan dari ahlul bait mereka yait Usman bin Said, Muhammad bin Usman, Muhammad bin Ruh, Ali bin Muhammad Assamary.

Awalnya mazhab imamiyah terkenal dengan mengambil jalur dialog menghadapi raja yang zalim, namun untuk menhindari tragedi besar, sampai masuk ke periode baru dengan meninggalnya ke 4 safir dinamakan masa ghaibubah kubra, lalu sejalan beriringnya waktu ada satu permasalahan paling banyak didiskusikan dalam mazhab imamiyah, apakah boleh ada imam sebelum imam mahdi keluar dari masa persembunyiannya mereka terpecah menjadi 2 mazhab; Pertama, membolehkan adanya imam ini, yang merupakan cikal bakal konsep wilayatul faqih, yang kemudian dipopulerkan Ayatullah Khomeini dan mazhab ini sekarang adalah mayoritas syiah tapi terbagi dua pertama mereka yang mewajibkannya seperti di Iran. Namun ada juga yang mengatakan boleh itu semata ijtihad seperti Ayatullah Sayyid Al-amin. Kedua, kelompok yang mengatakan tidak boleh sama sekali ada imam sebelum munculnya almahdi. Salah satu yang paling terkenal adalah Marja Ayatullah Syirazi yang saat ini berpusat dilondon.

Sekedar catatan mengapa ulama sunni, dalam piagam amman (persatuan sunni dan syiah) masih menganggap mazhab imamiyah sebagai satu dari 8 mazhab fiqh islami yang diakui dan dianggap sebagai khazanah fiqh islamy, karena mazhab ini mempunyai sanad, terlepas dari perbedaan apakah 4 safir yang meriwayatkan dari Imam Mahdi bin Hasan Al-askary tsiqah atau lemah, mazhab sunni mengatakan lemah, mazhab imamiyah mengatakan kuat, biasa itu dalam dunia keilmuwan perbedaam terhadap penilaian tashih wa tadh’if, tapi terlepas dari perbedaan ini, mazhab ahlussunnah mengakui keberadaan fiqh jakfariyah sebagai satu dari 8 mazhab fiqh islami.

Yang terakhir dari 3 anak Imam Jakfar adalah Imam Ali Uraizy bin Imam Jakfar Ash-shadiq, mazhab ini terus diwariskan salah satu yang terkenal adalah Imam Ali Muhajir, karena hijrahnya beliau dari konflik politik dan menyepi kedaerah Yaman, di daerah Hadramaut. Makanya disana banyak ahlul bait, karena keturunan dari Imam Ali Uraizy, beliau memilih menjauh dari politik berbeda dengan mazhab zaidiyah yang memilih melawan atau baqiriyah yang memilih berdialog, makanya ciri khas madrasah ini dan ulama habaib hadramaut sampai sekarang adalah menjauhi pertikaian politik dan fokus pada pendidikan umat. Ciri khas lain adalah adat memakai pisau (khinjar) dipinggang, karena walaupun sudah menjauh mereka tetap jadi incaran para mulkan adhud (raja zalim) pada masa itu, mereka akhirnya selalu waspada dengan selalu membawa pisau kemanapun mereka pergi, akhirnya menjadi adat, tapi beda dengan madrasah imamiyah dan ismailiyah, madrasah ini beraqidah ahlusunnah wal jamah madrasah imam ali muhajir terus diwariskan dari masa kemasa sehingga muncul madrasah besar dalam tarbiyah ruhiyah diantara yang paling terkenal adalah madrasah Tariqah Ali Ba’lawy yang saat ini tersebar di Asia Tenggara, Yaman dan Hijaz diantara tokoh terkenal adalah Imam Mujadi Alhaddad di Indonesia wirid beliau sangat terkenal dengan nama ratib alhadad, tokoh ternama dizaman ini Habib Umar bin Hafiz, Habib Ali Aljufry, dll.

Dari sini bisa kita liat madrasah yang menisbahkan kepada Ahlulbait yang sanadnya berpusat kepada Imam Ali Karamallahu Wajhahu terpecah menjadi dua bagian sunni dan syiah, kedua mazhab tersebut memiliki sanad dari jalur ahlul bait, dimana syiah kebanyakan menjadi mazhab aqidah dan fiqh (sahih menurut mazhab syiah), sedangkan yang sunni kebanyakan menjadi madrasah pada tazkiyatun nafs atau ilmu hati karena Sayidina Ali terkenal sebagai salah seorang murid Rasulullah paling zuhud dan sudah sepantasnya menjadi Imam para sufi, atau yang biasa lebih dikenal dengan tariqah sufiyah alawiyah, salah satu ciri khasnya adalah zikir dengan lisan dan anggota badan kemudian puncaknya kehati.

Berbeda dengan mazhab lain dalam tazkiyatun nafs, yaitu zikir hati yang puncaknya amal, yang dikenal dengan mazhab shiddiqiyah. Karena dinisbahkan kepada sang kekasih Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Salam yaitu Sayidina Abu Bakar As-shiddiq Radhiyaahu ‘anhu. ilmu tazkiyatun nafs yang beliau dapatkan dari Nabi yang kemudian diturunkan kepada Sayidina Salman Alfarisi Radhiyallahu ‘anhu, dan kemudian diwariskan kepada muridnya yang merupakan salah satu fuqaha sabah Muhammad bin Qasim bin Abu Bakar As-shiddiq Rahmatullah ‘alaih. Ilmu terus diwarisakan dari tsiqah kepada tsiqah sampai kepada Abu Yazid Al-bustami qs selanjutnya thariqah ini lebih dikenal dengan yazidiyah nisbah kepada Abu Yazid, lalu terus di wariskan, banyak madrasah yang muncul dalam mazhab ini dan yang paling terkenal adalah tariqah naqsyabandiyah, nisbah pada Syah Bahaudin Naqsybandy qa, diantara ulama terkenal dalam mazhab ini adalah Mujadid Syah Waliyullah Ad-dahlawi, Syeikh Khalid Naqsyabandy, Syeikh Abdullah Ad-daghestany, Syeikh Ahmad Kuftaro, Syeikh Mula Said Ramadhan Albuty, Syeikh Nazim Alhiqany, Abuya muda wali Alkhalidy, dll, rahmatullah alaihim. Mazhab ini tersebar luas di asia tengah, asia tenggara, anak benua, eropa, rusia, turki, kurdistan, sampai ke Aceh dan banyak daerah lainnya.

Begitulah sanad keilmuan dan madrasah yang dinisbahkan kepada ahlul bait. Ahlul bait bukan milik sekte tertentu tapi milik umat semua islam, semua umat islam wajib mencintai ahlul bait, baik sunni maupun syiah mengambil ilmu dari ahlul bait, dan semua ilmu ahlul bait ujungnya kepada habibi Rasulullah saw. Diajarkan oleh Jibril Alaihis Salam, diwahyukan Rabbul Izzati Azza Wajalla.

Beginilah pandangan ahlusunnah waljamaah, setiap madrasah memiliki sanad dan nama perawi (Syeikh Murabby yang mewarisi ilmunya dari gurunya sampai ke Rasulullah). Hampir setiap orang yang terkenal pada masanya, pasti ada tarjamahnya. Dari sinilah kita bisa menilai siapa, atau madrasah apa, yang kebenaran sampai kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam atau pun sebaliknya. Dari sini pula, para ulama menimbang mazhab dan tariqah yang muktabarah ataupun tidak, jangan dianggap banyaknya madrasah itu merupakan perpecahan umat tapi hanya nisbah kepada sekolah, aku sekolah di sekolah A kamu di B, intinya satu semua dari Allah swt dan semua dari Rasulullah saw. Wallahua’lam

Standar Ulama Dalam Ilmu Aqidah


Oleh : Fauzan

Ilmu Aqidah itu memiliki 8 kitab, dan kitab-kitab tersebut terbagi kedalam beberapa bab, yang membahas apa yang harus diyakini oleh setiap muslim sesuai dengan yang diyakini oleh salaf, yang di dapat langsung dari Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam secara mutawatir melalui sanad-sanad terpercaya.

Kitab pertama adalah kitab ilmu, yang terdiri dari beberapa bab, mulai dari muqadimah kenapa manusia beraqidah, untuk mencari jawaban tanpanya manusia tak akan pernah merasa puas “aku darimana, apa yang harus kulakukan, mau kemana”, lalu apa timbangan benar dan salah?. Timbangannya adalah ilmu, lalu pengertian ilmu dan sejarahnya, lalu apa saja alat yang dipakai untuk mendapatkan ilmu dan dasar pemikirannnya (akal, indra dan kabar dari yang sudah memakai indra), lalu bagaimana menggunakannya, kapan dipakai, dan apa yang bisa dihasilkan dengan memakainya, setelah jelas timbangannya naik ketahap selanjutnya.

Kedua, Kitab ilahiyat (ketuhanan), yang membahas tentang pencarian manusia terhadap asal muasalnya, apakah terjadi dari alam atau ada yang menciptakan, inti pembahasannya adalah apa itu alam dan apa sifat-sifatnya (dikenal dengan maqulat asyarah fi ilmil kalam), lalu apa itu tuhan dan apa sifat-sifatnya.

Ketiga, Kitab ghaibiyat (iman pada malaikat), ini menjawab pertanyaan “sekarang manusia tau darimana berasal, tapi dia tidak tahu apakah ada tugas yang dia lakukan, karena dia tidak jumpa dengan tuhan, apakah ada dunia lain yang tidak kita ketahui?”, disini dibahas tentang keterbatasan indra, lalu pembuktian apakah ada alam lain diluar sana? Kalau ada bagaimana bentuknya? Apakah kita bisa tahu, lalu masuklah pada pembahasan alam ghaib dan alam syahadah.

Keempat, Kitab pembawa kabar (rasul), disini menjawab pertanyaan “kami tau kalau dunia terbagi-bagi, tapi siapa yang memberitahu kepada kami tentang apa yang harus kami lakukan? Dari tuhan sendiri? Atau melalui utusannya? Dari alam ghaib? Atau alam syahadah (materi)?”. Kemudian pertanyaan dimulai dengan pertanyaan adakah tuhan menyampaikam sendiri? Jika tidak ada, maka adakah utusannya? Kalau dari alam ghaib apa saja syarat-syaratnya untuk membuktikan bahwa dia benar utusan tuhan, atau dari alam materi juga sama, mulai pembahasan tentang sifat para utusan dan tanda bukti mereka (mukjizat), lalu bagaimana orang yang memiliki sifat dan tanda mirip itu tapi bukan utusan?

Kelima, Kitab pemberitahuan tugas (risalah/kitab), setelah terbukti ada tuhan dan ada utusannya maka apa yang dibawa utusannya? Siapa saja dalam sejarah yang menjadi utusan, seorang atau banyak? Lalu apa saja risalah yang mereka bawa? Jika utusannya lebih dari seorang, mana yang harus digunakan sekarang? Lalu apa bukti bahwa risalah yang dibawa itu benar-benar masih asli dari para rasul (ulumul quran dan ulumul hadis), lalu bagaimana memahaminya (bahasa arab dan ushul fiqh), dari situ kita akan tahu tugas apa yang harus kita lakukan, posisi para pelindung risalah (sahabat).

Keenam, kitab kemana arah hidup (iman pada hari kiamat), disini agar hidup kita ada tujuan, dan setelah melakukan tugas apakah akan berlalu begitu saja? Apa bedanya yang melakukan tugas atau tidak? Apakah ada akhir dari kehidupan? Kapan itu? Dan apa tanda-tandanya. Mulailah pembahasan tentang dunia sebelum hidup, dunia ketika hidup, dunia setelah hidup dan pembagiannya, mulai dari sekarat, mati, alam barzakh, lalu kiamat, pembagiannya, dari tanda-tanda, lalu penghancuran, kebangkitan, pengumpulan, timbangan, shirath, surga dan neraka.

Ketujuh, Kitab menjawab kenapa harus diciptakan (takdir atau iman kepada qadha wa qadar), jawaban pada pertanyaan kenapa aku harus diciptakan? Lalu kenapa kemudian aku diazab? Apakah tuhan adil menciptakan aku begitu saja? Jawabannya ada disini.

Kedelapan, Penutup kitab iman dan islam, disini pembahasan apa arti iman? Apa arti islam? Siapa yang beriman? Siapa yang tidak? Apakah melanggar risalah bisa menjadikan seorang tidak beriman? Atau ada syarat lain? Atau punya tingkatan dalam pelanggaran, disini diberi tahu apa syarat kafir, siapa fasiq, siapa zindiq, siapa yang menilai? Kelompok apa saja yang ada sejak zaman nabi? Mana yang imannya benar? Mana yang bermasalah? Bagian kitab mana bermasalah? Kelompok mana yang masih islam? Mana yang sudah bukan islam? Mana yang selamat? Apa syaratnya? dan sebagainya.

Itulah 8 kitab utama tentang aqidah islam ahlusunnah wal jamaah, dan itu sudah tertulis bertahun-tahun dan dipelajari mayoritas muslim sejak bertahun-tahun lamanya, dengan pemahaman yang sama jika ada perbedaan tipis saja, tapi tidak keluar dari jalur besar, hingga semua jadi adrt yang jelas disetiap negara muslim, dimana jika melanggarnya berarti melanggar adrt ahlussunnah waljamaah. Di antara kitab-kitab yang sepakati dan kemudian dipelajari oleh jutaan orang juga diwarisi dari jutaan dari masa kemasa adalah kitab matan thahawiyah, matan samasirah, matan sanusiyah, mawaqif, maqasid, matan nasafiyah, iqtisad fil I’tiqad, jauharah, dan pemahaman ulama mayoritas adalah sama, baik di mahzarah syinqit, jami’ah fez dan qairawan maroko, ruwaq dan al azhar mesir, pesantren-pesantren di Indonesia, rubat hijaz dan yaman, kutab afrika dan iran, zawiyah mesjid syam dan iraq, darul ulum di anak benua, ma’had di china dan asia tengah dan rusia, pemahaman mayoritas ulama tentang kitab itu sama.

Jika ada satu dua ulama yang beda pemahamannya, maka akan langsung dikritik dianggap syaz (khusus dalam pendapat itu) tanpa mengingkari keulamaannya, seperti syaznya imam abu zahrah dalam masalah isra’ miraj, syeikh mahmud syaltut dalam masalah karaamah, ibnu taimiyah dalam masalah tajsim, ibnu rusyd dalam qidamnya alam, syeikh muhammad abduh dalam penafsiran akal, mereka semua masih dianggap ulama, bahkan rujukan tapi khusus dalam masalah ini mereka dianggap salah, makanya pendapat mereka tidak pernah bertahan lama dan tidak pernah menjadi mayoritas, mereka yang memahami dan mewarisi dengan mutawatir inilah yang disebut sawadul a’dham, karena terus menjaga aqidah dalam 8 bab ini sejak zaman rasulullah tanpa perubahan. Wallahu a’lam

IKAT Aceh Selenggarakan Seminar Internasional dan Lantik Pengurus


Ahad, 27 Maret 2016, Ikatan Alumni Al-Azhar Internsional (IAAI) Indonesia mendaratkan kakinya di kota Banda Aceh. Kehadiran IAAI Indonesia yang dinahkodai oleh Dr. Muchlis M. Hanafi, sekretaris jenderal, dan bersamanya Dr. Ibrahim Luthfy al-Said, Ulama senior Al-Azhar ini guna mengikuti serangkaian kegiatan yang diadakan oleh Ikatan Alumni Timur Timur Tengah (IKAT) Aceh.

Kegiatan yang dihelat di Aula Mahkamah Syariah Banda Aceh ini didahului dengan pelantikan pengurus IKAT Aceh. Pelantikan sendiri dilakukan oleh Sekjen IAAI Indonesia, Dr. Muchlis M. Hanafi mengingat IKAT Aceh sendiri merupakan representasi resmi IAAI Indonesia kantor Aceh. Kepengurusan IKAT Aceh yang dinahkodai oleh Fadhil Rahmi, Lc., ini berdasarkan SK IAAI Indonesia akan mengemban amanah hingga tahun 2016.

Dalam sambutannya, Dr. Muchlis mengemukakan bahwa IKAT Aceh sebetulnya lebih luas cakupannya dari IAAI. IAAI merupakan wadah bagi Alumni Al-Azhar, sementara IKAT wadah bagi seluruh alumni Timur Tengah dari berbagai universitas. Beliau berharap eksistensi IKAT Aceh menjadi sarana memperjuangkan syariat Islam yang wasathiyah guna menyelamatkan masa depan umat.

Melengkapai helatan akbar IKAT Aceh tersebut, acara dilanjutkan dengan Seminar Internasional bertajuk “Telaah Kritis Qanun Jinayat; Studi Komparatif dan Efektifitas Penerapan”. Dihadirkan sebagai pembicara yaitu; Syaikh Ibrahim Luthfi al-Said, ketua IAAI Port Said Mesir, Dato’ Abu Backer Sidek dari Malaysia, Dr. Syukri Yusuf, Dinas Syariat Islam Aceh, dan juga oleh Illiza Sa’duddin Djamal, Walikota Banda Aceh. (Mas Zam)

IKAT Minta Agar Seleksi Kuliah ke Timur Tengah dilaksanakan di Banda Aceh


Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh meminta agar pelaksanaan test untuk calon mahasiswa asal Aceh yang akan kuliah ke universitas di negara Timur Tengah agar dapat dilaksanakan di Banda Aceh untuk memudahkan calon mahasiswa.

“Ini banyak taklief (beban-red), bagi calon mahasiswa. Beban waktu dan biaya. Mestinya kementerian Agama membuka penerimaan untuk beasiswa ke Timur Tengah di Aceh. Dulu-dulu kalau mau ke Mesir dan Sudan, testnya di Aceh. Sekarang ujiannya di Medan, kalau sudah lulus, harus ke Jakarta lagi. Ini kan memberatkan,” kata ketua IKAT Aceh, H. Muhammad Fadhil Rahmi, Lc saat berpidato pada acara pelantikan pengurus besar IKAT Aceh dan seminar internasional di gedung Aula Mahkamah Syar’iyah Aceh, 27 Maret 2016.

Fadhil mengungkapkan, bahwa pesantren di Aceh sudah sangat banyak, calon mahasiswa yang pergi ke Timur Tengah masih ditest dan diinterview di daerah lain seperti di Medan dan di Jakarta.

Dia juga mengingatkan bahwa Aceh adalah satu-satunya provinsi yang memberlakukan syariat islam. Jadi, kata Fadhil, kalau berbicara penerapan syariat secara kaffah, mestinya pemerintah juga mendukung hal ini.

“Membantu sebanyak-banyaknya mahasiswa Aceh mendapatkan pendidikan tidak hanya di dalam negeri, namun juga di universitas-universitas Islam di seluruh dunia, terutama di timur tengah, porsi untuk Aceh harus khusus dan ditambah,” harapnya.

Sementara itu kepada Sekjen Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional Cabang Indonesia (IAAI) Dr. Mukhlis Hanafi yang juga pejabat di kementerian agama yang hadir pada acara tersebut, diminta untuk menyahuti dan menyampaikannya kepada pihak Menteri Agama. Ketua IKAT juga meminta kepada syeikh Dr. Ibrahim Lutfy al Said, salah seorang ulama Mesir yang hadir sebagai pembicara dalam legiatan tersebut untuk menyampaikan kepada syeikh Azhar. [Najib/rel]

Pengurus IKAT Aceh 2015-2018 Dilantik


Ikatan Alumni TImur Tengah (IKAT) Aceh hari ini, Minggu 27 Maret 2016 mengadakan pelantikan pengurus IKAT Aceh periode 2015-2018, di Aula Mahkamah Syar’iyyah Aceh. Pelantikan ini dirangkai dengan seminar internasional bertema “Telah Kritis Qanun Jinayat Aceh, Studi Komperatif dan Efektivitas Penerapannya.”

Pelantikan pengurus IKAT Aceh ini dikukuhkan oleh sekjen Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional (IAAI), Dr. Mukhlis Hanafi, MA. Ia mengatakan, “Sebenarnya IKAT Aceh ini lebih besar dari IAAI. Karena IAAI hanya organisasi alumni Al-Azhar, Mesir. Tapi IKAT Aceh adalah organisasi seluruh alumni Timur Tengah dari berbagai universtias. Semoga eksistensi IKAT menjadi sarana dalam memperjuangangkan syariat Islam yang washathiyah dan menyelamatkan manusia.”

Pengurus IKAT dilantik oleh Prof. Dr. Azman Ismail, MA. Dalam kesempatan ini Prof Azman mengatakan, “Saya sangat senang IKAT Aceh terus melakukan kajian-kajian dan penelitian tentang berbagai permasalahan umat yang sedang terjadi di Aceh.”

Dalam sambutannya ketua IKAT Tgk. H. Muhammad Fadhil, Lc. mengatakan, “Pengurus IKAT yang baru sengaja kami bentuk sangat gemuk, memiliki divisi dan anggota yang banyak. Karena memang para pakar IKAT itu banyak, dan anggota IKAT yang berkontribusi di masyarakat juga sangat banyak.”

Tgk. Fadhil berharap ada penambahan beasiswa khusus untuk Aceh dari Azhar

“Dulu ketika saya di Mesir, jumlah pelajar Aceh di sana sekitar 450 orang. Tapi sekarang sudah sangat sedikit, kurang dari 200 pelajar. Ini sebuah kemunduran yang perlu kita pikirkan bersama. Karena selain kualitas, kuantitas juga sangat penting dalam perjuangan penerapan syariat Islam. Kita harap dari IAAI dan dari stakeholder yang ada untuk memudahkan pelajar Aceh kuliah di Mesir. Kami juga insyaAllah akan menjalin hubungan langsung dengan Al-Azhar

IKAT Aceh Raih Madani Award Tahun 2016


Pemerintah Kota Banda Aceh memberikan penghargaan Madani Award 2016 kepada Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh sebagai lembaga yang menyediakan Informasi dan memfasilitasi pendidikan ke Timur Tengah pada malam peringatan Puncak Hut Kota Banda Aceh ke-811, Senin (9/5) di Gedung AAC Dayan Dawood, Unsyiah bersama dengan 40 penerima lainnya dari lembaga, kelompok dan personal.

Penyerahan Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’duddin Djamal dan diterima Oleh Ketua IKAt, M. Fadhil Rahmi, Lc.
Usai menerima penghargaan tersebut, Ketua IKAT Aceh menyampaikan terima kasih Kepada Keluarga besar IKAT dan juga untuk Pemko Banda Aceh,

“Alhamdulillah, terima kasih kepada Pemko atas apresiasi ini, award atau penghargaan ini menjadi tambahan cemeti kepada IKAT untuk mempertahankan semangat mereka untuk mengabdi dan lebih dari itu juga untuk meningkatkan kualitas kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan” Ujar Fadhil.

“Award ini milik semua, berkat kerja keras pengurus dan keluarga besar IKAT Aceh, Laulahum faman siwahum (kalo bukan mereka, siapa lagi. Tanpa mereka, ketua bukan siapa-siap)” Lanjut Mantan Kapten Tim Sepak Bola Iskandar Muda Cairo tersebut. (ZW)

Mahasiswa Aceh Raih Juara Dua Perlombaan Kaligrafi Tingkat Internasional


Setelah beberapa waktu yang lalu nama aceh muncul di Pentas Internasional saat salah seorang mahasiswa universitas Al-Azhar asal Aceh berhasil lulus dengan predikat summa cumlaude, nama Aceh kembali muncul melalui Darmawan Sarjani yang berhasil meraih juara dua cabang Khat Maghribi dalam perlombaan Kaligrafi Internasional, IRCICA ‘s Tenth International Calligraphy Competition in the name of Hafiz Osman. Pengumuman tersebut diumumkan selasa (17/5) lalu di Istanbul, Turki.
Darmawan Sarjadi adalah salah seorang mahasiswa Aceh asal Meulaboh yang sedang menimba ilmu hadis pada Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kota Cairo, Mesir.
Dalam ajang ini, Darmawan mengirimkan tiga karyanya pada tiga cabang berbeda. Namun hanya satu yang terpilih sebagai pemenang. Dengan hasil tersebut, dia berhak atas sebuah katalog pemenang, sertifikat dan uang tunai sebesar 1500 dolar Amerika.
Ajang yang diselenggarakan oleh IRCICA ini memperlombakan sebelas kategori kaligrafi dan diikuti lebih dari 600 peserta dari 36 negara. Kegiatan ini telah diadakan empat kali sejak 2007 lalu dalam rentang waktu tiga tahun sekali.
“Sebulan yang lalu saya sempat bermimpi bertemu guru saya dan beliau tersenyum sambil merangkul saya. Mungkin ini pertandanya. Ala kulli hal, saya sangat bersyukur atas prestasi ini. Harapan saya, ini akan menjadi awal langkah saya menjadi lebih baik,” ujar Darmawan saat diwawancarai kmamesir.org.
DS Kaligrafi
Darmawan juga mengaku sempat terkejut saat dikabari oleh gurunya, Syekh Bellaid Hamidy bahwa dia mendapatkan juara dua. Mahasiswa tingkat akhir Jurusan Hadis Universitas Al-Azhar ini langsung memastikannya.

“Saya sempat tidak percaya, hingga Syekh Belaid mengirimkan foto lauhah saya yang telah dibingkai sebagai bukti. Beliau juga mengabarkan bahwa teman seperjuangan saya dari Cina, Wong Qi Fei juga menang,” ujar Darmawan sebagaimana diberitakan Kmamesir.org
Darmawan mulai serius mempelajari kaligrafi sejak tahun 2009 dibawah asuhan Ust. Alim Alamsyah, Ust. Irham, Ust. Zainuddin dan Ust. Muhammad Nur di Affanin. Kemudian pada tahun 2013 barulah dia belajar langsung dengan Syekh Belaid Hamidy yang merupakan penasehat kaligrafi istana Maroko.
Saat ini, pemuda kelahiran tahun 1990 ini telah memiliki ijazah dalam empat jenis khat yang berbeda: riq’ah, Diwani, Diwani Jali dan Maghribi Mabsut. Di sela-sela kesibukannya menyelesaikan studi, dia masih aktif mempelajari kaligrafi. Bahkan saat ini Darmawan tercatat sebagai
salah satu pengajar di Komunitas Kaligrafi Afanin Kairo.

Ketua Ikatan Alumni Timur Tengah Aceh H. Muhammad Fadhil Rahmi, Lc menerangkan bahwa banyak mahasiswa asal Aceh di Universitas Al-Azhar Mesir selain kuliah juga mendalami ilmu kaligrafi. Mereka berguru langsung pada guru kaligrafi tingkat internasional,” tambah Fadhil Rahmi, Lc dalam sebuah wawancara.
IMG-20160518-WA0007