MENGHADANG EKTSRIMISME DAN TERORISME ; Prakata Grand Syaikh

Thursday, October 26, 2017

MENGHADANG EKTSRIMISME DAN TERORISME ; Prakata Grand Syaikh



SAMBUTAN GRAND SYAIKH AL-AZHAR PROF. DR. AHMED AT-THAYYIB
Dalam Pembukaan Konferensi Al-Azhar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Selamat datang tamu-tamu kami yang terhormat, yang telah sudi memenuhi undangan kami. Saudara-saudara sekalian datang dari berbagai negara, baik dari belahan dunia Timur maupun dunia Barat. Kami ucapkan selamat datang di Mesir, negara kedua Saudara-saudara sekalian, negara yang kami duga memiliki tempat yang khusus dan istimewa di hati Saudara-saudara sekalian.

Sekali lagi, kami ucapkan selamat datang di Al-Azhar as-Syarif. Al-Azhar tentu sangat berbahagia dengan kehadiran Saudara-saudara sekalian, sekaligus berharap mendapat masukan-masukan berharga dari saudara-saudara sekalian, terutama di masa-masa genting umat seperti sekarang ini.

Kami informasikan bahwa Konferensi ini diikuti oleh para tokoh-tokoh penting, khususnya dari dunia Islam, selain juga tokoh-tokoh dari bagian dunia lainnya. Konferensi ini juga dihadiri oleh para tokoh Muslim dari kalangan Sunni dan Syi’ah, serta pemuka kelompok-kelompok Kristen, dan beberapa kelompok agama lainnya yang tumbuh dan berkembang di belahan dunia yang kita diami sekarang ini.

Konferensi ini diselenggarakan di saat beberapa negara Islam menghadapi situasi yang sangat genting, yaitu saat-saat beberapa negara di sekitar kita mendapat serangan dari dalam maupun dari luar. Jika Saudara-saudara melihat ke negara-negara Timur Tengah saat ini, mungkin Saudara akan tertegun menyaksikan kondisi yang memprihatinkan di negara-negara tersebut. Mungkin Saudara-saudara akan segera berpikir keras untuk mencari tahu apa kira-kira yang menyebabkan timbulnya kondisi tersebut, sebuah kondisi yang menampilkan kekacauan dan pengrusakan yang mengakibatkan hancurnya rumah-rumah dan hilangnya nyawa, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terbelahnya umat, sirnanya peradaban dan lenyapnya sejarah.

Saya dan orang-orang yang mengunjungi saya tak henti-hentinya bertnaya setiap saat tentang apa sebenarnya yang menyebabkan krisis di dunia arab ini. Apa yang mendorong munculnya fitnah yang penuh dengan aroma darah, kematian, peledakan, pemancungan kepala manusia, pengusiran banyak orang, penghancuran hasil pembangunan negeri dengan cara keji yang belum pernah terjadi dalam sepanjang sejarah. Bahkan mungkin di masa depan tidak akan pernah ada tindakan seperti yang dilakukan sekarang ini oleh sekelompok orang yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah kita dan melakukan pengrusakan terhadap kebudayaan dan peradaban kita. Apa yang dilakukan oleh sekelompok orang ini betul-betul telah melewati batas-batas kewajaran yang diajarkan baik oleh agama-agama, moral maupun tradisi kemanusiaan. Padahal batas-batas itulah yang membedakan mana perbuatan penjahat yang keji dan manusia yang mampu berpikir jernih.

Yang lebih memprihatinkan lagi, Saudara-saudara sekalian, tindakan keji dan kejahatan yang mereka lakukan itu dilakukan atas nama agama kita yang penuh kasih sayang ini. Bahkan mereka menyebut kejahatan yang mereka lakukan sebagai upaya menegakkan negara Islam (ad-daulah al-Islamiyah), atau khilafah Islam (al-khilafah al-Islamiyah). Padahal sebenarnya yang terjadi justru mereka sedang berusaha mendeklarasikan wajah Islam yang buruk, yang seakan-akan datang untuk mengusir, menyembelih dan memancung kepala siapapun yang berbeda keyakinan dengan mereka. Mereka tidak sadar, bahwa tindakan mereka yang menampilkan Islam dengan wajah yang buruk itu justru yang memang diharapkan dan ditunggu oleh para musuh Islam. Bahkan hal itu seakan-akan memenuhi apa yang memang mereka upayakan selama ini, yaitu menciptakan citra buruk Islam melalui pemahaman yang salah dan kebohongan-kebohongan tentang Islam. Mungkin juga mereka sedang menertawakan kita saat ini, dan mengolok-olok kita melalui saluran media mereka serta mengumumkan pada dunia agar waspada terhadap agama yang, menurut mereka, haus darah ini.

Para ilmuwan yang telah meneliti pertumbuhan kelompok-kelompok milisi bersenjata dan perkembangannnya yang pesat di dunia Arab menyatakan, di antara sebab-sebab berkembanganya kelompok-kelompok tersebut adalah faktor agama, ekonomi, budaya, politik dan juga faktor-faktor lain yang mungkin akan terungkap melalui makalah-makalah yang Saudara-saudara akan presentasikan nanti.

Saya hanya ingin menyebutkan sebuah sebab lain yang patut kita renungkan, yaitu bahwa semua ini terjadi akibat adanya konspirasi dari negara-negara yang memusuhi negara-negara Arab kawasan Timur demi mengamankan posisi dan kepentingan negara Israel, sehingga Israel tetap bisa menjadi negara terkuat dan terkaya di kawasan Timur Tengah.

Kita tidak bisa mengabaikan faktor ini, mengingat apa yang telah terjadi di negara Irak. Irak diserang pada tahun 2003 dengan alasan yang dibuat-buat, sebagaimana diungkap oleh media-media internasional dan dakui oleh negara-negara internasional. Tindakan pertama yang dilakukan oleh para agresor Irak sebagai bagian dari upaya konspirasi itu adalah dengan memecah-belah para jenderal dan melemahkan tentara Irak yang saat itu merupakan salah satu angkatan bersenjata terkuat di dunia Arab. Setelah itu, mereka membiarkan senjata dirampas dan digunakan oleh kelompok-kelompok milisi yang—diketahui dengan baik oleh mereka—berafiliasi pada mazhab, keyakinan, dan otoritas yang berbeda-beda. Dan bisa kita lihat sekarang, apa yang terjadi di Irak setelah sebelas tahun peristiwa agresi oleh penyerang itu? Sampai sekarang Irak masuk dalam peperangan yang tiada henti. Ia terus berenang dalam lautan darah yang tidak diketahui kapan akan berakhir, dan ia terus berada dalam kondisi seperti itu hingga detik ini.

Hal yang sama juga terhadi pada Syiria, Yaman, dan Libya. Konspirasi musuh menciptakan konflik yang sama di negara-negara tersebut: konflik aliran (mazhab), konflik etnis, dan konflik sektarian disertai dentuman senjata dan kilatan api yang telah merenggut ribuan nyawa generasi muda umat ini. Hanya Allah Swt yang tahu kapan negara-negara itu akan behenti berperang, dan kapan mereka akan mampu membuat keputusan sendiri secara bebas tanpa tekanan dan intervensi negara-negara lain, baik di level regional maupun internasional.

Yang jelas, para perancang dan pelaksana konspirasi ini telah menangguk keuntungan sangat besar dari konflik bersenjata yang terjadi di antara sesama orang-orang Arab dan sesama kaum Muslim. Bagaimana tidak? Konflik-konflik yang terjadi semakin membuat negara-negara tersebut lemah tak berdaya, serta tak setapak pun dapat melangkah pada peningkatan kekuatan, pembangunan dan kemajuan. Selain itu, konflik dan perang yang terjadi di negara-negara itu juga merupakan perang agen dan tindakan “lempar batu sembunyi tangan”, di mana sang penyulut peperangan tidak rugi secuil pun dan tidak kehilangan apapun, baik nyawa maupun harta.

Selain itu, konflik dan perang antar negara Arab ini juga membuka pasar yang besar bagi produsen dan penjual senjata, juga para makelar nyawa dan kekacauan. Hal ini bisa kita lihat pada contoh konflik Syiria, yang selama beberapa tahun terakhir telah menjadi ajang terbuka unjuk kekuatan senjata, baik yang berasal dari Barat maupun dari Timur. Betapa kami berharap—karena hanya harapan yang kami miliki—, para produsen dan penjual senjata itu mencari gurun pasir yang luas dan kosong untuk mencoba kekuatan senjata mereka, dan bukan mengarahkan senjata-senjata itu ke dada dan rumah orang-orang Arab.

*********

Sebenarnya, pendekatan teori konspirasi ini bukan segala-galanya untuk melihat masalah yang sedang kita bicarakan ini. Masih ada sebab lain yang lebih penting, yang merupakan warisan dari lembaran-lembaran sejarah Arab dan Islam, dan hampir menjadi ciri khas interaksi kita sesama muslim, yaitu perpecahan, pertentangan, dan perselisihan. Inilah kekurangan kita. Saya tidak ingin menyinggung hal ini lebih banyak, karena sebenarnya Allah Swt. telah memperingatkan kita tentang hal ini dalam firman-Nya:

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar, dan hilang kekuatanmu. Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)

Memang benar, Allah Swt. telah memberikan bangsa Arab karakteristik yang istimewa dibanding dengan bangsa-bangsa lain, yaitu kesatuan dan kesamaan dalam bahasa, suku, etnis, agama, sejarah, dan secara geografis. Kita bangsa Arab juga diikat dalam organisasi Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang telah berdiri lebih dari setengah abad. Namun demikian, kita masih butuh sebuah organisasi persatuan yang menyerupai Uni Eropa. Hal itu sangat mungkin dan bukan sesuatu yang mustahil. Kita hanya butuh niat yang tulus, pandangan jauh ke depan, dan menghindari perselisihan yang tidak perlu. Bangsa Arab layak dan mampu untuk mendirikan persatuan semacam itu. Terkait hal ini, Al-Azhar as-Syarif memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Raja Arab Saudi atas usahanya yang sangat serius untuk menyatukan bangsa Arab dalam rangka menghadapi tantangan yang menghadang di hadapan umat.

*** *** ***

Di samping itu, kita juga seharusnya tidak menutup mata terhadap pemikiran-pemikiran keras dan ekstrim yang mulai menerobos masuk ke dalam pikiran generasi muda kita. Pemikiran-pemikiran semacam itu teah menjerumuskan mereka pada pola pikir takfiri. Mereka mulai mengadopsi pikiran-pikiran ekstrim dan keras seperti gerakan al-Qaeda dan milisi-milisi bersenjata sejenis yang memang berusaha siang malam untuk mengacaukan negara dan menciptakan instabilitas.

Belakangan ini juga muncul gerakan ISIS yang ingin mendirikan khilafah Islam. Sebelumnya telah muncul dan setelahnya akan muncul kelompok-kelompok keras lainnya yang memiliki kekuatan promosi ideologi yang luar biasa, namun sayangnya, menyuguhkan efek yang paling buruk bagi Islam dan kaum muslim di hadapan dunia.

ISIS bukanlah satu-satunya milisi bersenjata yang ada saat ini. Selain ISIS, masih banyak gerakan-gerakan berciri sektarian lainnya di Irak, Syiria, dan Yaman, yang tak segan-segan membunuh, dan mengusir paksa orang-orang yang berbeda aliran atau keyakinan. Ada juga kelompok sektarian yang berusaha membuat suatu negara tunduk pada negara lain dengan dalih demokrasi dan hak asasi manusia, misalnya seperti yang terjadi di Bahrain. Di sana ada beberapa ulama dan mufti yang bukan hanya membolehkan hal itu, tapi bahkan mendorong banyak orang untuk melakukannya. Dan masih banyak lagi tragedi-tragedi kemanusiaan lainnya yang rasanya tidak mungkin disampaikan di sini, demi menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam yang telah menjadi komitmen al-Azhar sejak berdirinya lebih dari seribu tahun yang lalu.

Hal yang menyatukan kelompok-kelompok keras dan ekstrim itu adalah kesamaan metode mereka, yaitu mengafirkan seseorang karena melakukan dosa, dan setelah itu kemudian menghalalkan darahnya. Hal ini mengingatkan kita pada beberapa sekte lama yang tersebut dalam sejarah, yang juga melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang sebelumnya telah mereka kafirkan, dengan berlandaskan pemahaman yang keliru terhadap teks-teks al-Qur’an dan as-Sunnah. Kelompok ekstrim baru yang muncul dewasa ini juga bertolak dari postulasi pemikiran yang sama, yaitu dengan mengeksploitasi makna kafir yang telah diselewengkan dari maknanya yang benar. Padahal Nabi Saw. dalam hadis Jibril telah menggariskan bahwa tidak boleh mengafirkan seorang Muslim karena melakukan dosa, bahkan meski itu dosa besar, selama dia tidak menghalalkan melakukan dosa besar itu. Kekafiran itu ialah apabila hati seseorang mengingkari dan menentang kepercayaan kepada Allah, para malaikat-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik buruk-Nya. Jadi siapapun yang tetap beriman dan memercayai semua hal tersebut, maka dia tetap mukmin dan tidak boleh dikafirkan.

Konsep Jihad juga diselewengkan maknanya oleh kelompok-kelompok milisi bersenjata yang keras dan ekstrim itu. Mereka membunuh siapapun yang mereka inginkan dengan dalih jihad, dan menganggap jika salah satu dari mereka terbunuh, maka dia mati syahid dan langung masuk surga. Ini adalah kesalahan mereka paling fatal dalam memahami syariat Islam, karena: pertama, Jihad dalam Islam hanya diobolehkan dalam rangka membela diri, agama, dan negara. Guru-guru kami di Al-Azhar telah mengajarkan kepada kami bahwa “perang itu dapat dilakukan karena adanya serangan dan permusuhan, bukan karena kekafiran”. Kedua, keputusan jihad dan pelaksanaannya hanya boleh dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh perorangan atau kelompok dengan alasan apapun. Sebab kalau keputusan itu dilakukan perorangan atau kelompok, maka akibatnya masyarakat akan terjerumus pada kekacauan berupa pembunuhan, pelecehan, dan perampokan yang merajalela, sebagaimana kita saksikan belakangan ini. Hal itu terkadi akibat pemahaman yang keliru terhadap beberapa ketentuan hukum dan konsep dalam syari’at Islam.

Jadi tindakan kekerasan terhadap seseorang, apapun agama dan keyakinannya, adalah tindakan yang dilarang oleh Islam. Mengapa demikian? Karena Islam, sejak awal membuka diri terhadap penganut agama lain, bahkan membolehkan menikah dan hidup bersama dalam satu atap dengan penganut agama lain. Ini adalah bentuk pengakuan Islam tentang kebolehan hidup bersama dan berkeluarga dengan penganut agama lain. Inilah sejatinya konsep kewarganegaraan yang paripurna, yaitu semua dapat hidup bersama dalam satu atap negeri. Dan dengan demikian, tindakan kekerasan, pengusiran paksa, dan diskriminasi adalah tindakan yang menyalahi pemahaman agama yang benar dan kesepakatan umat Islam.

Sedangkan tentang konsep negara khilafah atau imamah (kepemimpinan) umat Islam, para pakar ushuluddin telah menegaskan bahwa soal kepemimpinan itu bagian dari soal-soal cabang (furu’) dalam Islam, bukan bagian dari soal pondasi agama (ushuluddin). Karenanya, terkait hal itu dimungkinkan munculnya ragam pendapat. Mahasiswa semester satu di Fakultas Ushuluudin Universitas Al-Azhar yang memperlajari buku Syarh al-Mawaqif, sebuah buku diktat mata kuliah akidah dan rujukan penting dalam mazhab Asy’ari, pasti tahu bahwa penulis buku itu mengatakan: “Menurut kami, persoalan kepemimpinan (imamah) itu bukan bagian dari pondasi ajaran agama dan akidah, tetapi bagian dari cabang-cabang ajaran agama”.

Begitu juga dalam buku Syarh al-Maqashid, sebuah buku rujukan dalam ilmu akidah. Penulisnya, as-Sa’d at-Taftazani, seorang ulama Ahlussunnah wal-Jama’ah menyatakan: “Tidak dapat dibantah lagi bahwa persoalan kepemimpinan (imamah) lebih layak masuk dalam bagian cabang-cabang ajaran agama”. Pernyataan semacam ini tertulis di semua buku-buku akidah Ahlussunnah wal-Jama’ah. Jadi, tidak masuk akal jika persoalan yang menurut Ahlussunnah wal-Jama’ah bukan bagian dari pokok agama itu kemudian dijadikan tolak ukur penentuan kafir dan mukmin, bahkan lebih jauh lagi dijadikan alasan untuk menumpahkan darah, memusnahkan peradaban, dan mencoreng kesucian agama ini!!

Akan sangat panjang kalau saya uraikan semua konsep-konsep keagamaan yang dipahami keliru, dipelintir dari konteks aslinya, dan dijadikan alasan penumpahan darah oleh kelompok-kelompok ekstrim bersenjata itu. Saya mempersilahkan para peserta Konferensi untuk meluruskan kekeliruan-kekeliruan tersebut dan menjelaskan kebenarannya berdasarkan argumen tekstual dan rasional. Hasilnya nanti dapat dituangkan dalam pengumuman laporan akhir Konferensi untuk disampaikan kepada seluruh dunia, dalam rangka menyampaikan kebenaran, dan menunaikan tanggungjawab kita.

Sudara-saudara sekalian yang terhormat,

Yang kita butuhkan sekarang ini adalah mengarahkan dan membimbing generasi muda kita agar mampu menciptakan kemajuan dalam ilmu pengethuan, teknik, dan peradaban. Karena dengan hal-hal itulah kita dapat menyusul dan bersama negara-negara maju memimpin dunia serta ikut mengarahkan dan menentukan nasib kemanusiaan. Dalam melaksanakan hal-hal tersebut, kita sangat membutuhkan tuntunan agama, akhlak, wahyu, dan petunjuk dari langit, sehingga kita mampu meringankan beban dan penderitaan masyarakat yang diakibatkan kebijakan-kebijakan politik internasional. Selama ini, kebijakan-kebijakan politik dunia internasional tampak absen dari spirit nilai-nilai kenabian yang sesungguhnya diutus untuk memberikan petunjuk dan kebahagiaan dunia-akhirat bagi manusia.

Saudara-saudara sekalian,

Al-Azhar as-Syarif telah dan akan terus mengerahkan daya upayanya untuk menciptakan diskursus keagamaan yang mencerahkan dengan berdasarkan pada petunjuk al-Qur’an, as-Sunnah, dan hasil ijtihad para ulama yang telah disepakati kebenarannya oleh umat Islam.

Karena itu, kami meminta kaum Muslim di seluruh dunia agar memberikan kepercayaan kepada al-Azhar, karena ia adalah lembaga yang tepercaya untuk menjelaskan ajaran-ajaran agama, baik akidah maupun syari’ah, murni sebagaimana dikehendaki Allah Swt. dan disampaikan Rasulullah Saw., serta bersih dari penyimpangan kaum ekstrim, penipuan kaum jahat, ataupun penafsiran kaum dungu.

Terakhir, meski saat ini kita sedang berusaha untuk menghadang kekerasan dan ekstrimisme yang menyita tenaga dan pikiran kita siang malam, namun hendaknya kita tidak melupakan persoalan umat yang tak kalah penting, yaitu persoalan masjid al-Aqsha, kiblat pertama dan tempat suci ketiga umat Islam. Demikian juga persoalan Palestina yang membutuhkan penyelesaian tuntas dan adil, karena perdamian dunia tak akan terwujud tanpa kemerdekaan Palestina. Al-Azhar juga tengah menyiapkan konferensi berikutnya dalam waktu dekat yang dikhususkan untuk membahas persoalan al-Aqsha dan Palestina.

Semoga Allah membantu kita semua dalam mewujudkan kebaikan bagi seluruh manusia.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

0 comments :

Post a Comment